Menderita,lagi...
Berbicara tentang penderitaan negri ini sangatlah
miriskan hati.pemerintah selalu menggemborkan bahwa angka kemiskinan negri ini
telah menurun,akan tetapi tidak sedikit
masyarakat indonesia yang kelaparan,sungguh tragis memang,ketika ingin memimpin
mereka melakukan kampanye dengan segala cara mulai dangan politik uang,sembako
gratis dan lain sbagainya.
Ini penderitaan negri kita ,kita seperti terjajah di
rumah sendiri masih banyak bahan makanan yang sulit di beli di negri ini,yang
kaya semakain kaya yang miskin semakin miskin.banyak sekali masyarakat yang
susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jangan sandang dan papan,sebutuhan akan
pangan pun sangat sulit untuk di nikmati,ketika para pemimpin itu ingin
berkuasa kembali mereka menggemborkan bahwa “indonesia telah swasembada beras”
artinya kebutuhun di dalam negri telah tercukupi dan memiliki banyak kelebihan
untuk di ekspor,akan tetapi di lapangan nya tidak sedikit masyarakat yang
kelaparan.
Sudah 6 kali negri ini berganti pemimpin,tetapi
belom ada perubahan yang berarti.ibarat kain yang robek,ketika sisi lainnya
yang ingin di tambal,maka sisi sebelahnya akan robek,zaman reformasi telah lama
bergulir akan tertapi belom ada rasa reformasi yang dapat di nikmati,kita
seperti hanya berjalan di tempat saja,coba
lah kita liat sebuah kisah tentang penderitaan negri ini.
Metrotvnews.com, Nganjuk:Seorang warga miskin terbujur kaku di lahan milik
PT. Kereta Api Indonesia di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Ironisnya, korban tewas karena kelaparan dan penyakit yang dideritanya.
Tak berlebihan jika kita menyebut Suwardi tewas karena kemiskinan. Pasalnya, warga miskin dari Desa Kandang Rejo, Bogor, Nganjuk, itu hanya berprofesi sebagai pemulung barang bekas. Bahkan, rumah korban terletak di dekat penampungan sampah.
Lelaki tua itu hidup sebatang kara. Tiap malam, ia hanya tidur beralaskan tikar di dekat areal pembuangan sampah. Bahkan, ia tidur di areal tanah yang bukan miliknya itu, tanpa ada atap yang melindunginya dari terik dan hujan.
Seorang teman Sumardi mengatakan, sudah dua minggu lelaki tua itu menderita sesak nafas. Karena tak punya duit, Sumardi pun menahan rasa sakitnya sendiri. Pasalnya, jangankan untuk berobat, untuk makan saja susah. Ajal pun menjemputnya. Pemulung tua itu meninggal berbalut kemiskinan yang membelitnya.
Kisah Sumardi, hanya salah satu potret dari kegagalan negara mengimplementasikan amanat Undang-undang Dasar 1945. Padahal, dengan terang Undang-undang Dasar 1945 menegaskan lewat Pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Tak berlebihan jika kita menyebut Suwardi tewas karena kemiskinan. Pasalnya, warga miskin dari Desa Kandang Rejo, Bogor, Nganjuk, itu hanya berprofesi sebagai pemulung barang bekas. Bahkan, rumah korban terletak di dekat penampungan sampah.
Lelaki tua itu hidup sebatang kara. Tiap malam, ia hanya tidur beralaskan tikar di dekat areal pembuangan sampah. Bahkan, ia tidur di areal tanah yang bukan miliknya itu, tanpa ada atap yang melindunginya dari terik dan hujan.
Seorang teman Sumardi mengatakan, sudah dua minggu lelaki tua itu menderita sesak nafas. Karena tak punya duit, Sumardi pun menahan rasa sakitnya sendiri. Pasalnya, jangankan untuk berobat, untuk makan saja susah. Ajal pun menjemputnya. Pemulung tua itu meninggal berbalut kemiskinan yang membelitnya.
Kisah Sumardi, hanya salah satu potret dari kegagalan negara mengimplementasikan amanat Undang-undang Dasar 1945. Padahal, dengan terang Undang-undang Dasar 1945 menegaskan lewat Pasal 34 ayat 1 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Bgmna menurut anda
kisah ini sangat miris bukan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar